KATA
PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan
syukur ke hadirat Allah SWT, akhirnya penyusun dapat menyelesaikan tugas ini,
yang berjudul “PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN dan PERANAN FILSAFAT DALAM
PENDIDIKAN”.
Penyusun menyadari sepenuhnya
bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangannya,
hal ini dikarenakan keterbatasan waktu, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
penyusun, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan adanya saran dan kritik
yang sifatnya membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Pada kesempatan ini, penyusun
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya tugas ini, semoga Allah SWT, membalas amal kebaikannya. Amin.
Dengan segala pengharapan dan doa
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi
pembaca umumnya.
Banda Aceh,
23 September 2016
DAFTAR ISI
JUDUL…………………………………………………………………………………………………………………………..
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………………
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang……………………………………………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Filsafat Pendidikan…………………………………………………………………………………………..
B.
Hubungan Pendidikan
dan Filsafat……………………………………………………………………………………
C.
Peranan Filsafat Pendidikan………………………………………………………………………………………………..
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan…………………………………………………………………………………………………………..
B.
Saran……………………………………………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ada yang berpandangan bahwa filsafat adalah wilayah pemikiran yang
dapat mempengaruhi tingkat keberimanan seseorang. Karena itu, dapatlah
dimengerti jika pada anggapan ini filsafat diletakkan sebagai wilayah yang
haram disentuh dan dipelajari. Sebenarnya mempelajari filsafat tidaklah sulit
yang dibayangkan sebagian orang. Sebab filsafat pada kenyatannya adalah urusan
yang bertalian dengan hidup dan konteks manusia dalam melibatkan sejarahnya.
Filsafat merupakan bagian dari hidup manusia sendiri. Pemikiran filosofis
dilihat dari sudut ini adalah bentuk pemikiran reflektif yang melihat hidup
dari sisi yang lebih dalam dan bermakna.
Pertanyaan tentang keadilan, hak asasi manusia, makna hidup dan
hendak kemana manusia setelah mati merupakan medan pemikiran reflektif
filosofis. Karena filsafat melihat segala sesuatu dari sudut yang mendalam,
filsafat cendrung radikal, mempertanyakan segala sesuatu secara mendasar dan
tidak mau melihat gejala yang nampak sebagai hal yang biasa-biasa saja. Filsafat
adalah seni bertanya, mengapa ini begini, kenapa tidak begitu. Pertanyaan demikian
adalah spirit dan inti filsafat. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para
filsuf melahirkan jawaban-jawaban yang serius dan berimplikasi besar yang
kemudian mempengaruhi cara pandang manusia dalam melihat dan mengerti
kompleksitas kehidupan (Bambang, 2003: 5). Setiap orang memiliki filsafat
walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide
tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau
salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya. Jadi dapat disimpulkan, bahwa :
1.Filsafat
adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang
biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti
sebagai informal.
2. Filsafat adalah suatu proses
kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung
tinggi. Ini adalah arti yang formal.
3.Filsafat
adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4.Filsafat
adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan
konsep.
5.Filsafat
adalah sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari
manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada di
filsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio.
Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang
membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir
sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa
aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam
yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang
terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena
ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran di dalam benda.
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme. Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme. Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Filsafat Pendidikan
Kata filsafat atau falsafah berasal dari perkataan Yunani
Philosophia yang berarti kebijkasanaan (philein-cinta, dan Sophia=hikmah,
kebijaksanaan). Ada yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata philos
(keinginan) dan Sophia (hikmah, kebijaksanaan), dan ada juga yang mengatakan berasal
dari kata phia (mengutamakan, lebih suka) dan Sophia (hikmah, kebijksanaan)
(Fathurrahman Djamil, 1999:1). Jadi filsafat berarti mencintai atau lebih suka
atau keinginan kepada kebijaksanaan.
Sutan Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa filsafat berarti alam
berpikir, dan berfilsafat adalah berpikir. Tetapi tidak semua kegiatan berpikir
bisa disebut berfilsafat. Berpikir yang disebut berfilsafat adalah berpikir
dengan isaf, yaitu berpikir dengan teliti dan menurut suatu aturan yang pasti.
Harun Nasution mengatakan bahwa intisari filsafat adalah berpikir menurut tata
tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama) dan
dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai pada dasar persoalan. Ini sesuai dengan
tugas filsafat yaitu mengetahui sebab-sebab sesuatu, menjawab
pertanyaan-pertanyaan fundamental, dan pokok serta bertanggungjawab, sehingga
dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi (Fathurrahman Djamil, 1999: 2).
Suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas
(komprehensif). Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikir
manusia. Filsafat mencoba mengerti, menganalisa, menilai dan menyimpulkan semua
persoalan-persoalan dalam jangkauan rasio manusia, secara kritis, rasional, dan
mendalam. Kesimpulan filsafat bersifat hakiki, meskipun masih relatif dan
subyektif. Filfasat dipandang sebagai induknya ilmu pengetahuan atau yang
melahirkan ilmu pengetahuan. Bahkan karena kedudukannya yang tinggi, filsafat
disebut pula sebagai ratu ilmu pengetahuan (queen of knowledge) (Mohammad Noor
Syam, 1984: 16).
Will Durant mengatakan tiap ilmu dimulai dengan filsafat dan diakhiri dengan seni.Aguste Comte membagi tiga tingkat perkembangan pengetahuan, tahap religius, metafisika dan positif. Tahap asas religi dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi. Tahap kedua orang mulai berspekulasi tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi obyek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan system pengetahua di atas dasar postulat metafisika. Tahap ketiga pengetahuan ilmiah, (ilmu) di mana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses verifikasi yang obyektif (Jujun S Suriasumantri, 1990:25).
Will Durant mengatakan tiap ilmu dimulai dengan filsafat dan diakhiri dengan seni.Aguste Comte membagi tiga tingkat perkembangan pengetahuan, tahap religius, metafisika dan positif. Tahap asas religi dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi. Tahap kedua orang mulai berspekulasi tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi obyek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan system pengetahua di atas dasar postulat metafisika. Tahap ketiga pengetahuan ilmiah, (ilmu) di mana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses verifikasi yang obyektif (Jujun S Suriasumantri, 1990:25).
Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka filsafat
menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai
dengan fungsinya sebagai pionir filsafat mempermasalahkan hal-hal yang pokok;
terjawab masalah yang satu, dia pun mulai merambah pertanyaan lain. Tentu saja
tiap zaman mempunyai masalah yang merupakan mode pada waktu itu. Pokok
permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi yakni apa yang disebut
benar dan apa yang disebut salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana
yang dianggap buruk (etika), serta apa yang termasuk indah dan apa yang
termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang utama filsafat kemudian bertambah lagi
yakni, pertama, teori tentang ada; tentang hakikat keberadaan zat, tentang
hakikat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum
dalam metafisika; dan kedua, politik; yakni kajian mengenai organisasi
sosial/pemerintahan yang ideal. Kelima cabang utama ini kemudian berkembang
lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih
spesifik.
B.
Hubungan Pendidikan
dan Filsafat
Pendidikan dan filsafat tak terpisahkan sebab tujuan pendidikan
adalah juga tujuan filsafat-kebijaksanaan; dan jalan yang ditempuh filsafat
adalah juga jalan yang dilalui pendidikan-bertanya dan menyelidiki yang dapat
membimbing ke arah kebijaksanaan. Berfilsafat dan mendidik adalah dua phase
dalam satu usaha, berfilsafat ialah memikirkan dan mempertimbangkan nila-nilai
dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha merealisasikan
nilai-nilai dan cita-cita itu dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia.
Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang dapat disumbangkan filsafat, dimulai
dengan generasi muda, untuk membimbing rakyat membina nilai-nilai di dalam
kepribadian mereka, dan dengan cara ini demi menemukan cita-cita tertinggi
suatu filsafat dan melembagakannya di dalam kehidupan mereka.
Menurut Brauner dan Burns peranan filsafat pendidikan suatu komponen
(sebagai) aktivitas berfilsafat ialah untuk membantu tujuan-tujuan pedagogis
yang dapat kita tetapkan meliputi empat aspek yang saling berhubungan yaitu:
fungsi analisa, evaluasi, spekulatif dan integrative (Mohammad Noor Syam, 1984:
45). Bahkan sesungguhnya tak ada satu konsepsi dan ide pendidikan tanpa ide dan
latarbelakang filsafat. Apakah yang hendak diamati oleh pendidikan, bagaimana
konsepsi pelaksanaan pendidikan amat tergantung kepada latarbelakang
nilai-nilai filsafat. Tetapi konsepsi pendidikan sebagai suatu fungsi dan
proses sosial tak akan mempunyai arti secara definitif tanpa lebih dahulu
adanya suatu gambaran jenis masyarakat ideal.
Bagaimana wujud masyarakat ideal yang hendak kita ciptakan melalui
proses pendidikan, bukan sekedar gambaran dari satu pemikiran seorang tokoh
atau pikiran seorang filosof. Gambaran masyarakat ideal sudah mempunyai
dasar-dasar filosofis di dalam sosio kultural suatu masyarakat, suatu bangsa.
Gambaran masyarakat ideal adalah produk ide-ide filsafat yang melembaga dalam
tata hidup masyarakat, telah tumbuh sebagai bagian daripada sosio kultural yang
sesuai dengan sosio-psikologis, atau kepribadian suatu bangsa inilah yang akan
tumbuh sebagai realita, sebagai filsafat hidup.
Misalnya, apa yang kita ketahui tentang ajaran filsafat Pancasila
sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Sebelum Indonesia merdeka 17 Agustus
1945, nilai-nilai filsafat Pancasila pada dasarnya telah menjadi
sosio-kultural, bahkan merupakan kepribadian Indonesia. Oleh sebab itu ketika
Indonesia merdeka, ajaran filsafat tersebut didudukkan secara formal sebagai
filsafat negara, hanyalah merupakan proses restorasi (penempatan pada kedudukannya
yang wajar).
Mengapa masalah-masalah pendidikan merupakan bagian daripada kehidupan obyektif manusia, sebagai persolan-persoalan praktis, harus dibahas secara filosofis. Apakah dengan demikian malahan menyebabkan pemecahan persoalan bersifat teoritis, mengambang dari kehidupan yang realitis (Imam, Barnadib, 1988: 15).
Mengapa masalah-masalah pendidikan merupakan bagian daripada kehidupan obyektif manusia, sebagai persolan-persoalan praktis, harus dibahas secara filosofis. Apakah dengan demikian malahan menyebabkan pemecahan persoalan bersifat teoritis, mengambang dari kehidupan yang realitis (Imam, Barnadib, 1988: 15).
Jika ada pertanyaan-pertanyaan demikian, ini disebabkan karena
pemikiran filosofis dipandang sebagai pikiran–pikiran teoritis,
perenungan-perenungan yang tidak bertolak atas kenyataan sosio-kultural dan
kebutuhan manusia. Padahal, pikiran filosofis ialah pikiran murni yang berusaha
mengerti segala sesuatu secara hakiki, ingin mengerti sedalam-dalamnya untuk
menemukan kebenaran. Caranya dapat melalui induksi, deduksi, analisa rasional
atas faktor-faktor, perenungan atas konsepsi-konsepsi, pemahaman atas
observasi, atau juga melalui intuisi.[2] Apabila kita mencoba mengerti
persoalan-persoalan pendidikan seperti akan nyata di bawah ini, bahwa analisa
persoalan tidak mungkin semata-mata melalui analisa ilmiah.
Sebab masalahnya
memang masalah filosofis, misalnya meliputi :
1.
Apakah pendidikan itu
bermanfaat, atau mungkin, guna membina kepribadian manusia, atau tidak. Apakah
potensi-hereditas yang menentukan kepribadian ataukah faktor-faktor luar (alam
sekitar dan pendidikan). Mengapa anak yang potensi hereditasnya relatif baik,
tanpa pendidikan dan lingkungan yang baik tidak mencapai perkembangan
kepribadian sebagaimana diharapkan. Sebaliknya, mengapa seorang anak yang
abnormal, potensi-hereditasnya relatif rendah, meskipun didik dengan positif
dan lingkungan yang baik, tak akan berkembang normal.
2. Apakah tujuan pendidikan itu sesungguhnya. Apakah pendidikan itu
guna individu sendiri, atau untuk kepentingan sosial, apakah pendidikan itu dipusatkan
bagi pembinaan manusia pribadi, ataukah untuk masyarakatnya. Apakah pembinaan
pribadi manusia itu demi hidup yang riil dalam masyarakat dan dunia ini ataukah
bagi kehidupan akherat yang kekal.
3. Apakah hakekat masyarakat itu, dan bagaimana kedudukan individu
di dalam masyarakat; apakah pribadi itu independen ataukah dependent di dalam
masyarakat. Apakah hakekat pribadi manusia, manakah yang utama yang
sesungguhnya baik untuk pendidikan bagi manusia, ataukah perasaan (akal,
intelek atau akalnya, ataukah kemauan, ataukah perasaan (akal, karsa, rasa);
apakah pendidikan jasmani atakukah rohani dan moral yang lebih utama. Ataukah
pendidikan kecakapan-kecakapan praktis (skill), jasmani yang sehat, ataukah
semunya.
4. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal, apakah isi pendidikan
(curriculum) yang diutamakan yang relevan dengan pembinaan kepribadian
sekaligus kecakapan memangku suatu jabatan di dalam masyarakat. Apakah
curriculum yang luas dengan konsekuensi kurang intensif ataukah dengan
curriculum yang terbatas tetapi intensif penguasaannya sehingga praktis.
5. Bagaimana atas penyelenggaraan pendidikan yang baik, sentralisasi
atau desentralisasi dan otonomi, oleh negara ataukah oleh swasta. Apakah dengan
leadership yang instruktif ataukah secara demokratis. Bagaimana metode
pendidikan yang efektif membina kepribadian baik teoritis-ilmiah, kepemimpinan,
maupun moral dan aspek-aspek sosial dan skill yang praktis.Filsafat pendidikan
pada umumnya dan filsafat Islam pada khususnya adalah bagian dari ilmu filsafat,
maka dalam mempelajari filsafat pendidikan perlu memahami terlebih dahulu
tentang pengertian filsafat terutama dengan hubungannya dengan masalah
pendidikan khususnya pendidikan Islam (Zuhairini, 1994: 32).
Berbagai pengertian (definisi) tentang Filsafat Pendidikan yang
telah dikemukakan oleh para ahli, Al-Syaibany mengartikan bahwa filsafat
pendidikan ialah aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat
tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses
pendidikan. Artinya, bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai
dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat
pendidikan dan pengalaman kemanusian merupakan faktor yang integral atau satu
kesatuan. Sementara itu, filsafat juga didefinisikan sebagai pelaksana
pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan, falsafah
tersebut menggambarkan satu aspek dari aspek-aspek pelaksana falsafah umum dan
menitik beratkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang
menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan
pendidikan secara praktis (Imam Barnadib, 1997: 24).
Barnadib mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Karenanya, dengan bersifat filosofis, bermakna bahwa filsafat pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisa filosofis terhadap bidang pendidikan.
Barnadib mempunyai versi pengertian atas filsafat pendidikan, yakni ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Karenanya, dengan bersifat filosofis, bermakna bahwa filsafat pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisa filosofis terhadap bidang pendidikan.
C.
Peranan Filsafat Pendidikan
Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi
untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan
menjadi ilmu pendidikan atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang
didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan
menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejala kependidikan yang
tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan yang ada dalam suatu
masyarakat tertentu.
Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti
terhadap data-data kependidikan tersebut, dan untuk selanjutnya menyimpulkan
serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan
berkembanglah ilmu pendidikan (paedagogik). Filsafat, juga berfungsi memberikan
arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya, yang
berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai
relevansi dengan kehidupan nyata,artinya mengarahkan agar teori-teori dan
pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan
dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang
juga berkembang dalam masyarakat.
Di samping itu, adalah merupakan kenyataan bahwa setiap masyarakat
hidup dengan pandangan filsafat hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya, dan dengan sendirinya akan menyangkut
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Di sinilah letak fungsi filsafat dan filsafat
pendidikan dalam memilih dan mengarahkan teori-teori pendidikan dan kalau perlu
juga merevisi teori pendidikan tersebut, yang sesuai dan relevan dengan
kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari masyarakat.[3] Peranan pendidikan di
dalam kehidupan manusia, lebih-lebih dalam zaman modern ini diakuisebagai
sesuatu kekuatan yang menentukan prestasi dan produktivitas seseorang. Tidak
ada suatu fungsidan jabatan di dalam mesyarakat tanpa melalui proses
pendidikan. Seluruh aspek kehidupan memerlukan proses pendidikan dalam arti
demikian, terutama berlangsung di dalam dan oleh lembaga-lembaga pendidikan
formal (sekolah, universitas). Akan tetapi scope pendidikan lebih daripadanya
hanya pendidikan formal itu. Di dalam masyarakat keseluruhan terjadi pula
proses pendidikan kembangankepribadian manusia. Proses pendidikan yang
berlangsung di dalam kehidupan sosial yang disebut pendidikan informal ini,
bahkan berlangsung sepanjang kehidupan manusia.
Meskipun pengaruh pendidikan informal ini tak terukur dalam
perkembangan pribadi, tapi tetapdiakui adanya. Secara sederhana misalnya, orang
yang tak pernah mengalami pendidikan formal, merekayang buta huruf, namun
mereka tetap dapat hidup dan melaksanakan fungsi-fungi sosial yang
sederhana.Alam dan lingkungan sosial serta kondisi dan kebutuhan hidup telah
mendidik mereka. Akan tatapi, yang paling diharapkan ialah pendidikan formal
yang relatif baik, dilengkapi dengan suasana pendidikaninformal yang relatif
baik pula. Ini ternyata dari usaha pemerintah, pendidik dan para orang tua
untuk membina masyarakat keseluruhan sebagai satu kehidupan yang sehat lahir
dan batin. Sebab, krisisapapun yang terjadi di dalam masyarakt akan berpengaruh
negatif bagi manusia, terutama anak-anak,generasi muda.
Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana
mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan
menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang
didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau proses pendidikan
menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi
antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan
menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat
pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi
masyarakat, memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan
tentang kebijakan pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan
rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep
yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek
terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta
didik.[4]
Scope dan peranan pendidikan dalam arti luas seperti dimaksud
diatas, dilukiskan oleh Prof.Richey dalam buku “Planning for Teaching, an
Intriduction to Educatiomn”, antara lain sebagai berikut :Istilah “pendidikan”
berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan perbaikankehidupan
suatu masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penunaian kewajiban dan
tanggung jawabnya di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang
lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan
adalah suatu aktifitas sosial yang efensial yangmemungkinkan masyarakat tetap
ada dan berkembang.
Di dalam masyarakat yang kompleks/modern,fungsi pendidikan ini
mengalamai proses spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal,
yangtetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolahFilsafat
pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan
orang-orang yang bekerja didalamnya. Hal tersebut akan mewarnai perbuatan
mereka secara arif dan bijaksana, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya
dengan falsafah umum, falsafah bangsa dan negara. Pemahaman akan filsafat
pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba
tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Prof Brubacher dalam buku “Modren Philosphies of education” menulis
tentang fungsi filsafat pendidikan secara terinci, dan pokok pemikirannya
tentang fungsi filsafat pendidikan, yang akan dibahas berikut ini :
1. Fungsi Spekulatif
Filsafat
pendidikan berusaha mengerti keseluruhan persoalan pendidikan dan
mencobamerumuskannya dalam satu gambaran pokok sebagai pelengkap bagi data-data
yang telah ada dari segiilmiah. Filsafat pendidikan berusaha mengerti
keseluruhan persoalan pendidikan dan antar hubungannyadengan faktor-faktor lain
yang mempengaruhi pendidikan.
2. Fungsi Normatif
Sebagai penentu
arah, pedoman untuk apa pendidikan itu. Asas ini tersimpul dalam tujuan
pendidikan, jenis masyarakat apa yang ideal yang akan dibina. Khususnya norma
moral yang bagaimanasebaiknya yang manusia cita-citakan. Bagaimana filsafat
pendidikan memberikan norma dan pertimbangan bagi kenyataan-kenyataan normatif
dan kenyataan-kenyataan ilmiah, yang pada akhirnyamembentuk kebudayaan.
3. Fungsi Kritik
Terutama untuk
memberi dasar bagi pengertian kritis rasional dalam pertimbangan danmenafsirkan
data-data ilmiah. Misalnya, data pengukuran analisa evaluasi baik kepribadian
maupunachievement (prestasi). Fungsi kritik bararti pula analisis dan komparatif
atas sesuatu, untuk mendapatkesimpulan. Bagaimana menetapkan klasifikasi
prestasi itu secara tepat dengan data-data obyektif (angka-angka, statistik).
Juga untuk menetapkan asmsi atau hipotesa yang lebih resonable. Filsafat
haruskompeten, mengatasi kelemahan-kelemahan yang ditemukan bidang ilmiah,
melengkapinya dengan datadan argumentasi yang tak didapatkna dari data ilmiah.
4. Fungsi
Teori dan Praktek
Semua ide,
konsepsi, analisa dan kesimpulan-kesimpulan filsafat pendidikan adalah
berfungsiteori. Dan teori ini adalah dasar bagi pelaksanaan/praktek pendidikan.
Filsafat memberikan prinsip- prinsip umum bagi suatu praktek.
5. Fungsi Integratif
Mengingat fungsi
filsafat pendidikan sebagai asa kerohanian atau ronya pendidikan, maka
fungiintegratif filsafat pendidikan adalah wajar. Artinya, sebagai pemadu
fungsional semua nilai dan asasnormatif dalam ilmu pendidikan (ingat, ilmu
kependidikan sebagai ilmu normatif). Dalam mengkaji peranan filsafat
pendidikan, dapat ditinjau dari tiga lapangan filsafat, yaitu metafisika,
epistimologi, dan aksiologi (Usiono, 2006: 98-99).
Jika kita ingin menkaji peranan filsafat pendidikan, dapat ditinjau
dari tiga lapangan filsafat yaitu, metafisika, epistimologi, dan aksiologi.
1. Metafisika dan Pendidikan
Metafisika merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat: hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat anak. Metafisika secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Memahami filsafat ini diperlukan secara implisit untuk mengetahui tujuan pendidikan. Seorang guru seharusnya tidak hanya tahu tentang hakekat dunia dimana ia tinggal, tetapi harus tahu hakekat manusia, khususnya hakekat anak. Hakekat manusia :
Metafisika merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat: hakekat dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat anak. Metafisika secara praktis akan menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya, maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada. Memahami filsafat ini diperlukan secara implisit untuk mengetahui tujuan pendidikan. Seorang guru seharusnya tidak hanya tahu tentang hakekat dunia dimana ia tinggal, tetapi harus tahu hakekat manusia, khususnya hakekat anak. Hakekat manusia :
• Manusia
adalah makhluk jasmani rohani
• Manusia adalah makhluk individual sosialü
• Manusia adalah makhluk yang bebas
• Manusia adalah makhluk menyeluruh
• Manusia adalah makhluk individual sosialü
• Manusia adalah makhluk yang bebas
• Manusia adalah makhluk menyeluruh
Metafisika merupakan bagian dari filsafat yang mempelajari masalah
hakikat ; hakikat dunia,hakikat manusia,termasuk di dsalam nya hakikat
anak.Mempelajari metafisika bagi filsafat pendidikan diperlukan untuk
mengontrol secara implisit tujuan pendidikan,untuk mengetahui bagaimana dunia
anak,apakah ia merupakan mahkluk rohani atau jasmani saja,atau keduanya.Metafisika
memiliki implikasi-implikasi pentinguntuk pendidikan karena kurikulum sekolah
berdasarkan pada apa yang kita ketahui mengenai realitas.Dan apa yang kita
ketahui mengenai realitas itu di kendalikan/didorong oleh jenis-jenis
pertanyaan yang di ajukan mengenai dunia.Pada kenyataan nya,setiap posisi yang
berkenaan dengan apa yang harus di ajarkan sekolah di belakangnya memiliki
suatu pandangan realitas tertentu,sejumlah respons tertentu pada
pertanyaan-pertanyaan metafisika (Usiono, 2006: 100). Metafisika terbagi dua ,
yaitu :
-
Ontologi
Adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat
keberadaan segala sesuatu yang ada menurut tata hubungan sistematis berdasarkan
hukum sebab akibat yaitu ada manusia, ada alam, dan ada kuasa prima dalam suatu
hubungan yang menyeluruh, teratur, dan tertib dalam keharmonisan (Suparlan
Suhartono, 2007: 144).
-
Metafisika Khusus
2. Epistemologi dan Pendidikan
Kumpulan pertanyaan berikutnya yang berhubungan dengan para guru
adalah epistimologi.Pertanyaan-pertanyaan ini semuanya terfokus pada
pengetahuan: Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu berlangsung?.
Bagaimana kita mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan
antara dua pandangan pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran itu konstan,
ataukah Kebenaran itu berubah dari situasi satu ke situasi lainnya? Dan pada
akhirnya pengetahuan apakah yang paling berharga?
3. Akisologi dan Pendidikan
Akisologi sebagai cabang filsafat yang membahas nilai baik dan nilai
buruk, indah dan tidak indah (jelek), erat berkaitan dengan pendidikan, karena
dunia nilai akan selalui dipertimbangkan,atau akan menjadi dasar pertimbangan
dalam menentukan perbuatan pendidikan. Brubacher mengemukakan tentang hubungan
antar asikologi dengan pendidikan.
Apabila kita mencoba mengerti persoalan-persoalan pendidikan seperti
akan nyata dibawah ini, mengertilah kita bahwa analisa ilmiah. Sebab masalahnya
memang masalah filosofis, misalnya meliputi :
1.
Apakah pendidikan itu
bermanfaat, atau mungkin berguna membina kepribadian manusia atau tidak. Apakah
potensi hereditas yang menentukan kepribadian ataukah faktor-faktor luar (alam
sekitar dan kpribadian).
2.
Mengapa anak yang
potensinya hereditasnya relatif baik, tanpa pendidikan dan lingkungan yang baik
tidak mencapai perkembangan kepribadian sebagaimana yang diharapkan.
Sebaliknya, mengapa seoraang anak abnormal, potensi-hereditasnya relatif
rendah, meskipun di didik dengan positif dan lingkungan yang baik, tak akan
berkembang normal.
3.
Apakah tujuan pendidikan
itu sesungguhnya. Apakah pendidikan itu berguna untuk individu sendiri, atau
untuk kepentingan sosial, apakah pendidikan itu dipusatkan untuk pembinaan
manusia pribadi, apakah untuk masyarakat.
4.
Apakah hakikat masyarakat
itu, dan bagaimana kedudukan individu di dalam masyarakat, apakah pribadi itu
independent ataukah dependent di dalam masyarakat.
5.
Apakah hakikat pribadi
itu, manakah yang utama untuk dididik, apakah ilmu, intelek atau akalnya,
ataukah kemauannya.
6.
Bagaimana asas
penyelenggaraan pendidikan yang baik, sentralisasi atau desentralisasi dan
otomi, oleh negara ataukah oleh swasta. Apakah dengan kepemimpinan yang
instruktif ataukah secara demokratis.
7.
Bagaimana metode
pendidikan yang efektif untuk membina kepribadian.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tiap-tiap pendidik
seogianya mengerti bagaimana jawaban-jawaban yang tepat atas problema di atas,
sehingga dalam melaksanakan fungsinya akan lebih mantap. Mereka yang memilih
propesi keguruan sepantasnya mengerti latar belakang kebijaksanaan strategi dan
politik pendidikan pada umumnya, khususnya pelaksanaan sistem pendidikan
nasional yang menjadi tanggung jawabnya. Asas kesadaran kebenaran-kebenaran
dari jawaban tersebut merupakan prinsip-prinsip yang pudamental untuk
keberhasilan tugas pendidikan.
Dengan mengerti asas-asas dan nilai filosofis itu dan
mendasarkan segenap pelaksanaan pendidikan menjadi norma-norma pendidikan.
Filsafat pendidikan dengan demikian merupakan asas normatif di dalam
pendidikan, yaitu norma-norma yang berlaku di dalam dunia pendidikan.
B.
Saran
Semoga
dengan penulisan makalah ini dapat bermanfaat dan dijadikan sebagai modal dalam
mempelajari filsafat pendidikan jadikanlah filsafat pendidikan sebagai
penentuan terhadap penentuan hidup dan pegangan fundamental dalam memecahkan
berbagai masalah, termasuk pendidikan.
DAFTAR
PUSTAKA
[2]
http://mjulijanto.wordpress.com/2010/05/19/pengantar-filsafat-pendidikan/[3] http://www.anakciremai.com/2008/08/analisis-filsafat-dan-teori-pendidikan.html
[4] http://van88.wordpress.com/dasar-tujuan-dan-peranan-filsafat/
[5] http://massofa.wordpress.com/2008/01/15/peranan-filsafat-pendidikan-dalam-pengembangan- ilmu-pendidikan/
[6] http://edu-articles.com/guru-dan-filsafat-pendidikan/
No comments:
Post a Comment