ETIKA BISNIS
PENGERTIAN ETIKA BISNIS
Etika bisnis
merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini
berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,
institusi, dan perilaku bisnis. Pengertian dan prinsip etika bisnismerupakan
studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem dan
organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan
mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di
dalam organisasi.
Beberapa hal yang mendasari
perlunya etika dalam kegiatan bisnis:
1. Selain
mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan keuntungan, bisnis juga
mempertaruhkan nama, harga diri, bahkan nasib manusia yang terlibat di
dalamnya.
2. Bisnis
adalah bagian penting dalam masyarakat
3. Bisnis
juga membutuhkan etika yang setidaknya mampu memberikan pedoman bagi pihak –
pihak yang melakukannya.
Masalah etika dalam bisnis dapat
diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu: Suap (Bribery), Paksaan
(Coercion), Penipuan (Deception), Pencurian (Theft), Diskriminasi tidak jelas
(Unfair discrimination), yang masing-masing dapat diuraikan berikut ini:
1. Suap (Bribery), adalah
tindakan berupa menawarkan, memberi, menerima atau meminta sesuatu yang
berharga dengan tujuan mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan
kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli
pengaruh. 'Pembelian' itu dapat dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang
atau barang, maupun pembayaran kembali' setelah transaksi terlaksana. Suap kadangkala
tidak mudah dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan
mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu
dapat disebut sebagai suap, tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan
oleh pemberi hadiah.
2. Paksaan (Coercion), adalah
tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan menggunakan jabatan atau
ancaman. Coercion dapat berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan,
pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu.
3. Penipuan (Deception), adalah
tindakan memperdaya, menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau
melakukan kebohongan.
4. Pencurian (Theft), adalah
merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau mengambil
property milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat
berupa property fisik atau konseptual.
5. Diskriminasi tidak jelas
(Unfair discrimination), adalah perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap
orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan,
atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa
adanya perbedaan yang beralasan antara mereka yang 'disukai' dan tidak.
PENTINGNYA ETIKA DALAM DUNIA BISNIS
Perubahan
perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi
dunia semakin membaik. Dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan
menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh
demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi
pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya
perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan
tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar
janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber
daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh
pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis.
Sebagai bagian
dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat.
Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa
serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara
sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan
langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis
seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam
satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam
satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan
perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa
perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya,
kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan
serta perkembangan di bidang ekonomi.
Jalinan
hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya,
ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan,
karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian
yang seimbang. Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi
pemerintah dan dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran terhadap upah buruh.
Hal lni menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar
internasional.
Contoh lain
yang merupakan contoh kasus etika bisnis adalah produk-produk hasil hutan yang
mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan
kelangsungan sumber alam yang sangat berharga. Perilaku etik penting diperlukan
untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Pentingnya etika
bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif, baik lingkup makro maupun
mikro, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Perspektif Makro
Pertumbuhan suatu negara tergantung
pada market system yang berperan lebih efektif dan efisien daripada command
system dalam mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa kondisi yang diperlukan
market system untuk dapat efektif, yaitu:
1. Hak
memiliki dan mengelola properti swasta
2. Kebebasan
memilih dalam perdagangan barang dan jasa
3. Ketersediaan
informasi yang akurat berkaitan dengan barang dan jasa.
Jika salah satu subsistem dalam
market system melakukan perilaku yang tidak etis, maka hal ini akan
mempengaruhi keseimbangan sistem dan menghambat pertumbuhan sistem secara
makro. Pengaruh dari perilaku tidak etik pada perspektif bisnis makro :
1. Penyogokan atau suap. Hal ini akan
mengakibatkan berkurangnya kebebasan memilih dengan cara mempengaruhi pengambil
keputusan.
2. Coercive act. Mengurangi kompetisi
yang efektif antara pelaku bisnis dengan ancaman atau memaksa untuk tidak
berhubungan dengan pihak lain dalam bisnis.
3. Deceptive
information
4. Pecurian
dan penggelapan
5. Unfair
discrimination.
2. Perspektif Bisnis Mikro
Dalam Iingkup
ini perilaku etik identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam Iingkup mikro
terdapat rantai relasi di mana supplier,perusahaan, konsumen, karyawan saling
berhubungan kegiatan bisnis yang akan berpengaruh pada Iingkup makro. Tiap mata
rantai penting dampaknya untuk selalu menjaga etika, sehingga kepercayaan yang
mendasari hubungan bisnis dapat terjaga dengan baik. Standar moral merupakan
tolok ukur etika bisnis. Dimensi etik merupakan dasar kajian dalam pengambilan
keputusan. Etika bisnis cenderung berfokus pada etika terapan daripada etika
normatif.
Dua prinsip yang menjadi acuan
dimensi etik dalam pengambilan keputusan, yaitu:
1. Prinsip konsekuensi
(Principle of Consequentialist) adalah konsep etika yang berfokus pada
konsekuensi pengambilan keputusan. Artinya keputusan dinilai etik atau tidak
berdasarkan konsekuensi (dampak) keputusan tersebut
2. Prinsip tidak konsekuensi
(Principle of Nonconsequentialist) adalah terdiri dari rangkaian peraturan yang
digunakan sebagai petunjuk/panduan pengambilan keputusan etik dan berdasarkan
alasan bukan akibat, antara lain: (a) Prinsip Hak, yaitu menjamin hak asasi
manusia yang berhubungan dengan kewajiban untuk tidak saling melanggar hak
orang lain (b) Prinsip Keadilan, yaitu keadilan yang biasanya terkait dengan
isu hak, kejujuran dan kesamaan. Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi tiga
jenis yaitu:
• Keadilan distributive,
yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan alokasi benefit dan beban antar
anggota kelompok sesuai dengan kontribusi tenaga dan pikirannya terhadap
benefit. Benefit terdiri dari pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan, pendidikan
dan waktu luang. Beban terdiri dari tugas kerja, pajak dan kewajiban social.
• Keadilan retributive,
yaitu keadilan yang terkait dengan retribution (ganti rugi) dan hukuman atas
kesalahan tindakan. Seseorang bertanggungjawab atas konsekuensi negatif atas
tindakan yang dilakukan kecuali tindakan tersebut dilakukan atas paksaan pihak
lain.
• Keadilan kompensatoris,
yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi pihak yang dirugikan.
Kompensasi yang diterima dapat berupa perlakuan medis, pelayanan dan barang
penebus kerugian. Masalah terjadi apabila kompensasi tidak dapat menebus
kerugian, misalnya kehilangan nyawa manusia. Apabila moral merupakan suatu
pendorong orang untuk melakukan kebaikan, maka etika bertindak sebagai
rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota
suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika
(patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan
serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat
membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good
conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Karena itu diperlukan
pemahaman pula akan berbagai contoh kasus etika bisnis yang lebih luas.
PENERAPAN ETIKA PADA ORGANISASI PERUSAHAAN
Dapatkan
pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban
diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu)
sebagai perilaku moral yang nyata?
Ada dua pandangan yang muncul
atas masalah ini:
Ekstrem
pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang mengikat,
organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan bertindak
seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka
lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk
tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral
dalam pengertian yang sama yang dilakukan manusia.
Ekstrem kedua,
adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal berpikir bahwa
organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal mengikuti
standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral.
Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta
mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya,
lebih tidak masuk akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara
moral karena ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi
seperti mesin yang gagal bertindak secara moral. Karena itu, tindakan
perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia,
indivdu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral
dan tanggung jawab moral: individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan
perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan
dan perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu
disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan
itu, jika perusahaan bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan
individu dalam perusahaan bertindak secara bermoral.
No comments:
Post a Comment