Sumber Hukum Internasional
Sumber hukum
internasional merupakan dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional. Sumber
hukum internasional bisa berarti dasar kekuatan mengikatnya hukum
internasional, metode penciptaan hukum internasional, atau tempat ditemukannya
ketentuan-ketentuan hukum internasional yang dapat diterapkan pada suatu
persoalan konkret.
Istilah sumber
hukum internasional memiliki makna materiil dan makna formal. Sumber hukum
dalam arti materiil mempersoalkan isi/materi hukum, sedangkan sumber hukum
dalam arti formal mempersoalkan bentuk atau wadah aturan hukum. Berikut ini
penjelasan mengenai dua sumber hukum internasional, yaitu materil dan formal.
A. Sumber Hukum Materil
Sumber hukum material
adalah sumber hukum yang membahas materi dasar tentang substansi dari pembuatan
hukum itu sendiri atau prinsip-prinsip yang menentukan isi ketentuan hukum
internasional yang berlaku.
Sumber hukum material juga dapat diartikan
sebagai dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional. Ada beberapa teori yang
menjelaskan dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional.Teori-teori tersebut
seperti berikut.
1.Teori Hukum Alam (Naturalist)
Menurut para
penganut ajaran hukum alam, dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional
karena hukum internasional tersebut merupakan bagian dari hukum yang lebih
tinggi, yaituhukum alam. Ajaran hukum alam telah berhasil menimbulkan keseganan
terhadap hukum internasional dan telah meletakkan dasar moral dan etika yang
berharga bagi hukum internasional, juga bagi perkembangan selanjutnya. Tokoh
teori hukum alam adalah Hugo Grotius. Hugo Grotius mendasarkan sistem hukum
internasional atas berlakunya hukum alam yang diilhami oleh akal manusia dan
praktik negara serta perjanjian negara sebagai sumber hukum internasional. Atas
pendapatnya tersebut, Hugo Grotius dari Belanda disebut sebagai Bapak Hukum
Internasional.
2.Teori Kedaulatan (Positivisme)
Menurut aliran teori kedaulatan,
dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional atas kehendak negara itu sendiri
untuk tunduk pada hukum internasional. Tokoh-tokoh dalam teori kedaulatan
antara lain Hegel dan George Jellineck dari Jerman. Berkaitan dengan teori ini,
Zorn berpendapat bahwa hukum internasional itu tidak lain daripada hukum tata
negara yang mengatur hubungan luar suatu negara. Hukum internasional bukan
sesuatu yang lebih tinggi yang mempunyai kekuatan mengikat ke luar kemauan
negara. Teori-teori yang mendasarkan berlakunya hukum internasional pada
kehendak negara (teori voluntaris) mencerminkan dari teori kedaulatan dan
aliran positivisme yang menguasai alam pikiran dunia hukum di Benua Eropa,
terutama Jerman pada abad XIX.
3.Teori Objectivitas
Menurut aliran
teori objektivis, dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional adalah suatu
norma hukum, bukan kehendak negara. Pendiri aliran atau teori ini dikenal
dengan nama mazhab Wiena. Ajaran mazhab Wiena mengembalikan segala sesuatunya
kepada suatu kaidah dasar (grundnorm). Tokoh mazhab Wiena adalah Hans Kelsen
(dari Austria) yang dianggap sebagai bapak mazhab Wiena. Kelsen mengemukakan
bahwa asas ”pacta sunt servanda” sebagai kaidah dasar (grundnorm) hukum
internasional. Pacta sunt servanda adalah prinsip bahwa perjanjian antarnegara
harus dihormati.
B. Sumber Hukum Formal
Sumber hukum
formal dalam hukum internasional ditegaskan dalam Statuta Mahkamah
Internasional pasal 38 ayat (1). Menurut pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional,
sumber-sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili
perkara sebagai berikut.
1.
Perjanjian Internasional
Perjanjian
internasional yang menjadi sumber hukum utama atau primer dari hukum
internasional adalah perjanjian internasional (treaty) baik berbentuk law
making treaty maupun yang berbentuk treaty contract. Law making treaty artinya
perjanjian internasional yang menetapkan ketentuan hukum internasional yang
berlaku umum. Adapun treaty contract artinya perjanjian internasional yang
menetapkan ketentuan-ketentuan hukum kebiasaan internasional yang berlaku bagi
dua pihak atau lebih yang membuatnya dan berlaku khusus bagi pihak-pihak
tersebut. Menurut pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional,
perjanjian internasional merupakan sumber utama dari sumbersumber hukum
internasional lainnya. Hal itu dapat dibuktikan terutama dalam
kegiatan-kegiatan internasional dewasa ini yang sering berpedoman pada
perjanjian antara para subjek hukum internasional yang mempunyai kepentingan
sama.
2.
Kebiasaan Internasional
Kebiasaan
internasional (international custom) adalah kebiasaan yang terbukti dalam
praktik umum dan diterima sebagai hukum. Contohnya, penyambutan tamu dari
negara-negara lain dan ketentuan yang mengharuskan pemasangan lampu bagi
kapalkapal yang berlayar pada malam hari di laut bebas untuk menghindari
tabrakan.
3.
Prinsip Hukum Umum
Yang dimaksud
prinsip-prinsip hukum umum di sini adalah prinsip-prinsip hukum yang mendasari
sistem hukum modern, yang meliputi semua prinsip hukum umum dari semua sistem
hukum nasional yang bisa diterapkan pada hubungan internasional. Dengan adanya
prinsip hukum umum, Mahkamah Internasional diberi keleluasaan untuk membentuk
dan menemukan hukum baru. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi Mahkamah
Internasional untuk menyatakan nonliquet atau menolak mengadili karena tidak
adanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan.
4.
Keputusan Pengadilan
Keputusan
pengadilan yang dimaksud sebagai sumber hukum internasional menurut Piagam
Mahkamah Internasional pasal 38 ayat (1) sub d adalah pengadilan dalam arti
luas dan meliputi segala macam peradilan internasional maupun nasional termasuk
di dalamnya mahkamah dan komisi arbitrase. Mahkamah yang dimaksudkan di sini
adalah Mahkamah Internasional Permanen, Mahkamah Internasional, dan Mahkamah
Arbitrase Permanen.
5.
Sumber hukum tambahan
Perjanjian Internasional Sebagai
Sumber Hukum Perjanjian Internasional adalah hasil kesepakatan yang dibuat oleh
subyek hukum internasional baik yang berbentuk bilateral, reginal maupun
multilateral. Perjanjian Bilateral adalah perjanjian apabila yang menjadi pihak
dua negara, sedangkan regional adalah perjanjian apabila yang menjadi pihak
negara-negara dalam satu kawasan sedangkan multilaretal adalah perjanjian yang
apabila pihaknya lebih dari dua negara atau hampir seluruh negara di dunia dan
tidak terikat dalam satu kawasan tertentu. Sedangkan menurut Konvensi wina
Pasal 2 1969, Perjanjian Internasional (treaty) didefinisikan sebgai:“Suatu
Persetujuan yang dibuat antara negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh
hukum internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih
instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan padanya.”
Definisi ini kemudian dikembangkan
oleh pasal 1 ayat 3 Undang-undang Republik Indonesia nomor 37 tahun 1999 tentang
Hubungan Luar Negeri yaitu: Perjanjian INternasional adalah perjanjian dalam
bentuk dan sebuitan apapun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat
secara tertulis oleh pemerintah Republik Indonesia dengan satua atau lebih
negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya, serta
menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah Republik Indonesia yang bersifat
hukum publik”
A.
Pembagian
menurut para sarjana telah memasukan keputusan badan-badan arbitrase
internasional sebagai sumber hukum sedangkan dalam pasal 38 tidak disebutkan
hal ini menurut Bour mauna karena dalam praktek penyelesaian sengketa melalui
badan arbitrase internasional hanya merupakan pilihan hukum dan kesepakan para
pihak pda perjanjian.
B. Penggolongan sumber hukum internasional menurut para sarjana tidak mencantumkan prinsip-prinsip hukum umum sebagai salah satu sumber hukum, padahal sesuai prinsip-prinsip hukum ini sangat penting bagi hakim sebagai bahan bagi mahkamah internasional untuk membentuk kaidah hukum baru apabila ternyata sumber hukum lainnya tidak dapat membantu Mahkamah Internasional untuk menyelesaiakn suatu sengketa. Hal ini sesuia dengan ketentuan pasal 38 ayat 2 yang menaytakan bahwa: This propivisons shall not prejudice the power of the Court to decide a case ex aequo et bono, if the parties agree thereto. “Asas ex aequo et bono” ini berarti bahwa hakim dapat memutuskan sengketa internasional berdasarkan rasa keadilannya (hati nurani) dan kebenaran. Namun sampai saat ini sangat disayangkan bawasannya asas ini belum pernah dipakai oleh hakim dalam Mahkamah Internasional.
C.
Keputusan
atau Ketetapan Organ-organ Internasional atau lembaga-lembaga lain tidak terdapat
dalam pasal 38, karena hal ini dinilai sama dengan perjanjian internasional.
Penggolongan menurut Pendapat Para sarjana Hukum Internasional
Para
sarjana Hukum Internasional menggolongkan sumber hukum internasional yaitu,
meliputi:
1.
Kebiasaan
2.
Traktat
3.
Keputusan Pengadilan atau Badan-badan Arbitrase
4.
Karya-karya Hukum
5.
Keputusan atau Ketetapan Organ-organ/lembaga Internasional
Penggolongan menurut Pasal 38 (1) Statuta MAhkamah Internasional
Sumber
HUkum Internasional menurut ketentuan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah
Internasional adalah terdiri dari :
1.
Perjanjian Internasional (International Conventions)
2.
Kebiasaan International (International Custom)
3.
Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara
eradab.
4.
Keputusan Pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah
diakui kepakarannya.
No comments:
Post a Comment