Tuesday 6 February 2024

JIHAD DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF HAMKA DALAM TAFSIR AL-AZHAR

  admin       Tuesday 6 February 2024

 

KATA PENGANTAR

Maha benar Allah SWT. dengan segala firman-Nya, melimpahkan nikmatNya kepada penduduk bumi dan langit, termasuk kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu mengalir kepada Nabi Muhamad SAW., keluarga, para sahabatnya, serta orang-orang yang senantiasa mengikuti sunnah beliau hingga hari kiamat.




BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Islam yang direpresentasikan oleh Al-Qur‟an dan hadis memuat berbagai aturan dan hukum-hukum yang dapat dijadikan pedoman dalam berbagai lini kehidupan. Pedoman tersebut tidak hanya berlaku pada hubungan moralitas saja, namun juga mencakup interaksi sosial, seperti interaksi antara sesama muslim, sesama umat beragama, dan interaksi dengan seluruh umat manusia. Dan diantara persoalan yang timbul dari ini adalah ajaran jihad.

Jihad juga merupakan salah satu konsep Islam yang paling sering dipahami, khususnya oleh kalangan para ahli dan pengamat Barat. Jihad merupakan bagian integral wacana Islam sejak masa-masa awal muslim hingga kontemporer. Pembicaraan tentang jihad dan konsep-konsep yang dikemukakan sedikit atau banyak mengalami pergeseran dan perubahan sesuai dengan konteks dan lingkungan masing-masing pemikir. Demikian sentralnya jihad dalam Islam sehingga cukup beralasan jika kalangan khawarij menetapkanya sebagai rukun Islam ke enam.

Pentingnya ajaran jihad antara lain tercermin dalam Alquran seagai berikut:

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَ

Artinya “Sesungguhnya orang-orang mukmin (yang sebenarnya) hanyalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang benar.”

 

B.       Rumusan Masalah

1.      Apa itu Pengertian Jihad?

2.      Ada berapa macam jihad?

3.      Bagaimana Jihad Perspektif Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar?

C.      Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui pengertian jihad.

2.      Untuk mengetahui macam macam jihad.

3.      Untuk mengetahui bagaimana Jihad Perspektif Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar.

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.      Pengertian Jihad

Jihad menurut Bahasa Bersumber dari kata al-juhdu, jihad memiliki arti lelah, sulit, dan upaya. Makna syar’inya berarti mengeluarkan daya dan upaya melawan musuh untuk mengajak mereka menuju agama yang benar. Secara etimologis jihad memang berasal dari bahasa Arab yaitu (جاهد– جهادا - يجاهد) yang memiliki pengertian mengerjakan sesuatu hingga merasa lelah dan mencurahkan usaha satu sama lain. Lebih jauh lagi Imam An-Naisaburi mendeskripsikan kata jihad menurut bahasa menjadi pencurahan segala tenaga untuk mencapai maksud tertentu.[1]

Sedangkan dalam pengertian syariat jihad adalah usaha dengan sungguh-sungguh untuk mengajak orang yang tertutup hatinya dari jalan Allah agar menerima ajaran Allah. Jihad juga bermakna melakukan pencurahan pikiran, kekuatan dan kemampuan secara sungguh-sungguh dalam melawan musuh yang tercela, setan atau hawa nafsu.[2]

Makna jihad adalah mengerahkan segenap kemampuan untuk memerangi orang-oramg kafir. Kata jihad juga dimutlakkan untuk jihad terhadap jiwa (hawa nafsu), setan dan terhadap orang-orang yang fasik.[3]

Istilah jihad dalam banyak konteks berarti berperang, meskipun ada beberapa kata lain dalam Bahasa arab yang lebih tidak mendua dengan makna tindakan membuat perang seperti qital dan harb. Dalam Alquran dan kebiasaan muslim, jihad sering di ikuti dengan ungkapan “fisabilillah”. Penjelasan tentang perang terhadap musuh musuh komunitas muslim sebagai jihad fisabilillah telah mensakralkan aktifitas yang biasa digunakan pada masa arab pra islam, yakni perang suku. Dalam hadis juga sering memaknai jihad sebagai tindakan berperang. Misalnya ada sekitar 199 rujukan bagi jihad dalam kitab Hadis Shahih Al Bukhari yang semuanya mengasusmsikan jihad sebagai perang.[4]

Selain dari berbagai kamus, makna jihad juga bisa ditelusuri dari beberapa ayat al-Qur’an. Dalam al-Qur’an terdapat 36 ayat yang berkaitan dengan jihad, atau yang di dalamnya mengandung unsur kata jihad. Kata jihad kemudian banyak digunakan dalam arti peperangan (al-qital) untuk menolong agama dan kehormatan umat. Namun bukan berarti jihad hanya sebatas peperangan. Kata jihad dalam al-Qur’an memiliki beberapa makna, di antaranya jihad hawa nafsu, jihad dakwah dan penjelasan, jihad dan sabar. Jihad yang semacam ini oleh Yusuf al-Qaradhawi diistilahkan dengan istilah jihad sipil (al-jihad al-madani).[5] Berikut ini adalah beberapa makna lain dari jihad yaitu:

1.      Jihad bermakna perang

Pengertian jihad sebagai perang dapat kita lihat pada Surat at-Tahrim ayat 9. Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنٰفِقِيْنَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْۗ وَمَأْوٰىهُمْ جَهَنَّمُۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ

“Wahai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah (neraka) Jahanam dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”

Berdasarkan redaksinya, ayat ini mudah untuk disalahartikan oleh orang-orang yang phobia terhadap ajaran Islam. Hal ini karena pada redaksi “Perangilah orang-orang kafir” jika dipahami sekilas, maka akan menggambarkan bahwa di manapun ada orang kafir dan munafik, mereka harus diperangi. Terkait dengan kata jihâd dalam ayat ini, M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah mengatakan bahwa orang kafir dan munafik diperangi karena mereka sering mengotori lingkungan dengan ide dan perbuatan-perbuatan mereka. Dalam penjelasan selanjutnya, ia mengatakan perang terhadap orang kafir dan munafik dalam ayat ini adalah dengan hati, lisan, harta, jiwa, dan kemampuan apapun yang dimiliki. Perintah ini ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW, dan agar diteladani oleh umatnya.[6]

2.      Jihad bermakna moral

Adapun pengertian jihad sebagai jihad moral bisa kita jumpai dalam Surat al-Ankabut ayat 69. Allah berfirman:

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ ࣖ

“Orang-orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan.”

           Menurut Yusuf al-Qaradhawi jihad di sini adalah jihad moral yang meliputi jihad terhadap hawa nafsu dan jihad melawan godaan setan. Sehingga jihad perang tidak termasuk dalam ayat ini.[7]

3.      Jihad bermakna dakwah

Jihad dalam makna dakwah terdapat dalam Surat al-Nahl ayat 110. Allah berfirman:

هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً لَّكُمْ مِّنْهُ شَرَابٌ وَّمِنْهُ شَجَرٌ فِيْهِ تُسِيْمُوْنَ

“Dialah yang telah menurunkan air (hujan) dari langit untuk kamu. Sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan yang dengannya kamu menggembalakan ternakmu.”

Terkait dengan ayat ini, Yusuf al-Qaradhawi berkomentar, bahwa jihad dalam ayat ini adalah jihad dengan dakwah dan tabligh, serta jihad dalam menanggung penderitaan dan kepayahan. Sebagaimana yang dilakukan Umat Muslim di Makkah sebelum berhijrah ke Habasyah. Di Makkah, mereka mengalami penderitaan, penindasan, pengepungan, dan penyiksaan.[8]

B.       Macam Macam Jihad Beserta Syaratnya

Seperti yang sudah dipaparkan bahwa banyak yang salah paham dalam memaknai jihad, orang orang biasanya lebih banyak memaknainya sebagai perjuangan atau perlawanan bersenjata. Hal ini mungkin disebabkan karena kata jihad tersebut seringkali muncul saat ada perang fisik atau perang bersenjata. Tidak dipungkiri kalau perang fisik itu merupakan salah satu bentuk jihad, tapi jangan sampai hal itu digeneralisir dalam segala aspek.[9] Maka dari itu jihad secara umum meliputi beberapa perkara:

1.      Jihad perbaikan diri (Jihadun nafs)

Jihadun nafs yaitu memerangi nafsu sendiri. Memerangi hawa nafsu disebut dalam Islam sebagai jihadul akbar yaitu jihad yang paling besar dan paling berat. Jihadun Nafs merupakan awal dari segala macam bentuk jihad. Termasuk dalam memerangi kebodohan, kemalasan, iri, dengki, buruk sangka, ingin di hargai, kesombongan, rakus, thama’ dan lain-lain.[10]

Pentingnya perintah jihadun nafs ini dijelaskan dalam hadis Fuadhalah bin ‘Ubaid ra bahwa Rasulullah saw bersabda,

المجاهد من جاهد نفسه في طاعة الله

“Seorang mujahid adalah orang yang berjihad memperbaiki dirinya dalam ketaatan kepada Allah”

Jihad melawan hawa nafsu memiliki empat tingkatan seperti berikut ini:

a.       Jihad yang memiliki hubungan dengan peningkatan kualitas intelektual baik ilmu pengetahuan maupun ilmu keagamaan.

b.      Jihad yang berkaitan dengan pengamalan dan ilmu yang dipelajari.

c.       Jihad dalam mendakwahkan ilmu yang diperoleh; menyampaikan hujjah, penjelasan dan penyampaian al-Quran.

d.      Jihad dalam bersabar pada diri sendiri saat memperoleh cobaan dalam menjalani ketiga tingkatan di atas.

2.      Jihad melawan syaitan (Jihadusy Syaitan)

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah ra berkata, perintah (Allah) agar menjadikan setan sebagai musuh adalah peringatan dan keharusan untuk melawannya. Karena ia seperti musuh yang tidak kenal lelah untuk menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan. Jihad melawan setan merupakan bentuk penolakan pada godaan syahwat tubuh, keraguan hati dan akal pikiran yang dibawa setan untuk menjauhkan manusia dari hidayah dan lebih tunduk kepada hawa nafsu dan kedzaliman.[11]

Ada dua tingkatan jihad melawan setan sebagai berikut:

a.       Jihad dengan cara menolak hal-hal syubhat dan keraguan-keraguan di dalam iman.

b.      Jihad dengan cara menolak keinginan jahat dan pengaruh syahwat.

Jihad yang pertama dapat dilakukan dengan alat keyakinan sementara yang kedua dapat dilakukan dengan kesabaran. Setan bersikeras mengajak manusia kepada kekafiran, yaitu mengingkari segala macam ajaran dan tuntunan yang Allah berikan kepada manusia melalui para Rasul Nya. Setan menyadari bahwa mengajak manusia menjadi kafir adalah suatu hal yang tidak mudah. Oleh sebab itu, setan akan menunjukkan kepada manusia berbagai macam dalih dan alasan yang diterima oleh manusia agar mengingkari ajaran-ajaran Allah.[12]

3.      Jihad melawan orang kafir dan munafik (Jihadul Kuffar walmunafiqin)

Jihad melawan orang kafir dan musyrik adalah menyerukan atau melakukan ajakan kepada mereka untuk memeluk Islam dan menahan perlawanan mereka. Jihad pada level ini dapat dilakukan dengan tangan, harta, lisan, maupun hati. Siapa pun yang belum mampu berjihad melawan dirinya dan setan yang terselubung dalam dirinya maka ia tidak akan mampu berjihad untuk melawan musuh-musuh agama dari golongan kafir dan musyrik.[13]

Jihad melawan diri sendiri dan setan merupakan suatu keharusan bahkan wajib bagi setiap muslim hingga imannya menjadi konsisten, hatinya menjadi damai, dan dadanya menjadi lapang. Sementara jihad melawan orang-orang kafir adalah wajib bagi suatu kelompok dari kaum muslimin, yaitu orang-orang yang selalu menjalankan hukum syariat dan kewajibankewajibannya. Hal yang mereka kerjakan itu dapat dikatakan cukup sebagai perwakilan dari kaum muslimin.[14]

4.      Jihad arbabuzh zhalmi wal bida’wal munkarat (jihad melawan orang-orang zhalim, ahli bid’ah, dan pelaku kemungkaran)

Ibnu Qayyim menerangkan bahwa jenis jihad ini memiliki tiga tingkatan:

a.       Berjihad dengan tangan. Hal ini bisa dilakukan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan melakukan perubahan dengan tangannya, sesuai dengan bakat yang Allah berikan kepada mereka.

b.      Berjihad dengan lisan (nasehat). Berlaku bagi siapa saja yang memiliki kemampuan memberikan perubahan melalui lisannya.

c.       Berjihad dengan hati.

Salah satu dalil untuk tiga tingkatan di atas adalah hadis dari Abu Sa’id Al-Khudry ra bahwa beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, (dia mengubah) dengan lisannya. Jika tidak mampu, (dia mengubah) dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah keimanan.”[15]

5.      Jihad harta

Berjihad dengan harta di jalan Allah mempunyai pengertian umum dan khusus. Umumnya, jihad harta bisa berupa sumbangan harta dalam hal kebaikan yang mengantarkan kepada keridhaan Allah swt, seperti membantu dan menolong fakir miskin, membangun rumah sakit, masjid, sekolah, lembaga kajian agama dan lain-lain.[16]

Sementara secara khusus, jihad harta merupakan pemberian sumbangan berupa harta untuk mendukung bidang-bidang yang terkait dengan jihad militer, seperti pembelian senjata lengkap,alat alat tempur, baju perang, pengembangan fasilitas dan lain sebagainya yang bertujuan memberikan perlawanan perang terhadap musuhmusuh Islam.[17]

 

C.      Jihad Perspektif Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar

Jihad sendiri dalam al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah. Adapun kata jihad yang terkandung dalam ayat-ayat periode Makkiyah yaitu ada pula yang menyebutkan bahwa ayat-ayat jihad yang mengandung maksud perjuangan sebanyak 28 ayat.

Adapun di bawah ini adalah ayat-ayat yang akan penulis bahas dan deskripsikan tentang jihad perspektif Hamka dalam Tafsir Al-Azhar:

1.      QS. Al-Furqan ayat 52

2.      QS. An-Nahl ayat 110

3.      QS. Al-Ankabut ayat 6, 69

4.      QS. Al-Baqarah ayat 218

5.      QS. Al-Anfal ayat 72, 74, 75

6.      QS. Ali Imran ayat 142

7.      QS. Al-Mumtahanah ayat 1

8.      QS. An-Nisa’ ayat 95

9.      QS. Muhammad ayat 31

10.  QS. Al-Hajj ayat 78

11.  QS. Al-Hujurat ayat 15

12.  QS. At-Tahrim ayat 9

13.  QS. Ash-Shaaf ayat 11

14.  QS. Al-Maidah ayat 35, 54

15.  QS. At-Taubah ayat 16, 19, 20, 24, 41, 44, 73, 81, 86, 88

Ayat-ayat di atas hanya menjelaskan tentang jihad. Ayat-ayat jihad ini terdiri dari dua macam yaitu Makkiyah dan Madaniyah. Ada banyak hal yang membedakan ayat Makkiyah dan Madaniyah tersebut. Makiyah adalah acuan dalam akidah sedangkan madaniyah adalah rujukan dalam syariat.

Ayat jihad Makkiyah secara umum berisi tentang perintah bersabar akan perilaku musuh serta tetap konsisten melakukan dakwah islamiyah. Sementara ayat jihad Madaniyah berisi perintah kepada kaum muslimin untuk menghadapi musuh bahkan mewajibkan dengan jalan perang.

Berikut ini adalah beberapa tafsiran Hamka dalam kitab Tafsit Al-Azhar:

1.      Al-Furqan 25: 52

فَلَا تُطِعِ الْكٰفِرِيْنَ وَجَاهِدْهُمْ بِهٖ جِهَادًا كَبِيْرًا

“Maka, janganlah engkau taati orang-orang kafir dan berjihadlah menghadapi mereka dengannya (Al-Qur’an) dengan (semangat) jihad yang besar.”

Tafsiran ayat di atas Hamka menjelaskan bahwa, Al-Qur’an adalah kalamullah untuk seluruh alam. Berjuanglah engkau dengan semangat yang besar menegakkan al-Qur’an itu selama hayatmu dikandung badan, dan jika pun datang waktunya panggilan-Ku engkau mati namun suara al-Qur’an itu akan terus membahana di atas permukaan bumi.

Pada ayat di atas Hamka terkesan kepada Nabi Muhammad sebagai penerima wahyu sekaligus kepada kita umat Islam sebagai penerus dari warisan Nabi Muhammad ini. Umat Islam memiliki peran meneruskan jihad dengan al-Qur’an, jihad yang besar, jihad yang tidak mengenal kata capek. Kalau kita hendak berintrospeksi diri dengan seksama, kita senantiasa akan sadar tentang nilai hidup dan tugas suci kita sebagai muslim di dunia ini.[18]

2.      QS. An-Nahl16: 110

ثُمَّ اِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِيْنَ هَاجَرُوْا مِنْۢ بَعْدِ مَا فُتِنُوْا ثُمَّ جَاهَدُوْا وَصَبَرُوْاۚ اِنَّ رَبَّكَ مِنْۢ بَعْدِهَا لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ࣖ

“Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (adalah pelindung) bagi orang-orang yang berhijrah setelah menderita cobaan. Lalu, mereka berjihad dan bersabar. Sesungguhnya Tuhanmu setelah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Hamka menjelaskan dahsyatnya jihad dalam tafsiran ayat di atas, Demi tegaknya kalimat Allah di antara tauhid dan syirik, iman dan kafir di kota Mekkah kala itu. Para musyrik tetap kokoh pada pendirian dan prinsip yang keliru. Orang-orang muslim yang rendah ekonominya, namun tetap kokoh memegang iman dianiaya oleh mereka.

Ada perempuan yang dibunuh, yang laki-laki diarak dan diseret di pasir panas, bahkan ada yang dipaksa memaki Nabi dan meninggikan berhala mereka, seperti Amar bin Yasir kala itu. Namun Nabi Muhammad selalu memberikan dukungan semangat terhadap pengikut-pengikutnya untuk selalu tabah dalam menghadapi kenyataan pahit itu, untuk tetap teguh pendirian pada jalan yang lurus dan tidak tergoda dengan kehidupan dunia.

Hingga Abu Sufyan yang menjadi musuh besar Islam kala itu kemudian memeluk Islam serta mengakui kekaguman islam di hadapan Heraclius, raja Romawi yang memerintah negeri Syam kala itu. Ia menyampaikan bahwa masyarakat yang menyatakan keislamannya kala itu tidak pernah kembali ke agamanya yang lama, meskipun mereka mendapatkan penyiksaan bertubi-tubi. Karena berbagai cobaan dan penyiksaan itu, mereka diperintah untuk hijrah ke Madinah.

Mereka harus rela dan ikhlas meninggalkan kampung halaman, keluarga dan harta benda, tanpa bekal apa-apa ke tempat baru, kecuali iman. Mereka menjaga iman dengan sungguh-sungguh, konsisten beribadah serta sabar atas penderitaan yang mereka alami. Mereka yang demikian itu akan menerima kebahagiaan jiwa di dunia serta mendapat sambutan mulia dari Allah di akhirat[19]

3.      QS. Al-Ankabut 29: 6

وَمَنْ جَاهَدَ فَاِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهٖ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

“Siapa yang berusaha dengan sungguh-sungguh (untuk berbuat kebajikan), sesungguhnya dia sedang berusaha untuk dirinya sendiri (karena manfaatnya kembali kepada dirinya). Sesungguhnya Allah benar-benar Mahakaya (tidak memerlukan suatu apa pun) dari alam semesta.”

Hamka memberikan pengertian tentang pokok dari pada jihad yaitu bekerja sekuat tenaga, besungguh-sungguh, tidak mengenal lelah apalagi lalai, baik siang maupun malam. Jihad dilakukan demi kemajuan islam. Jalan Allah tegak dengan kokoh dan utuh. Jihad adalah berjuang dengan memberikan pengorbanan tenaga, harta benda, bahkan jika perlu jiwa sekalipun.

Al-Imam Ibnu Qayyim membagi jihad melawan musuh Islam ke dalam empat golongan. Pertama, jihad melawan orang kafir yang berniat menghancurkan Islam atau aqidah kita sendiri. Kedua, jihad melawan setan dan iblis yang sudah menjadi musuh turun-temurun sejak Nabi Adam masih di surga. Setan itu akan terus menggoda kita, kita harus melawannya. Ketiga adalah kaum munafik yang sulit sekali kita bedakan, karena ia terlihat seperti sahabat dekat padahal ia merupakan musuh di balik selimut. Keempat, musuh yang paling dahsyat dan hebat, yaitu hawa nafsu yang tidak tampak dan melekat dalam diri kita sendiri.[20]

4.      QS. Al-Baqarah 2: 218

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰۤىِٕكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman serta orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Hamka menjelaskan tentang kesungguhan berjihad dalam tafsiran ayat di atas, Mereka yang dengan rela bersabung nyawa melaksanakan perintah Allah, maka mereka sebenarnya telah mencapai tiga tingkat dari aqidahnya kepada rabb-nya. Pertama, ia sudah menyatakan kepercayaan kepada Allah dan Rasul-Nya artinya tidak menyekutukan Allah. Dari itu, mereka mendapatkan gangguan dan penghinaan di kampung halaman sendiri.

Namun, karena cintanya pada Allah dan rasul-Nya melebihi cinta mereka kepada siapapun, maka ketika diajak oleh Rasul untuk hijrah ke Madinah, mereka pun mengiyakannya. Mereka rela meninggalkan tanah kelahiran dari pada harus menyembah berhala. Sekalipun di tempat baru itu mereka akan menghadapi kesukaran, mereka ikhlas menerima hal tersebut demi pertahanan iman kepada Allah. Lebih dari itu, Allah memerintahkan mereka untuk berperang dalam menegakkan agama Allah, mereka pun lantas berperang dan mempertaruhkan nyawanya.

Mereka rela hidup untuk melanjutkan perjuangan dan rela mati dalam keadaan syahid, dalam keadaan membela agama Allah. Dalam hati mereka sudah terpatri bahwa ada rahmat Allah di balik perjuangan itu. Dan, kalau ada kesalahan kecil, yang tentunya tidak akan luput dengan perjuangan hidup mereka sebagaimana yang dialami Abdullah bin Jahasy dengan teman-temannya, maka mereka mendapat ampunan dari Allah yang Maha Pengampun. Allah juga menyayangi mereka karena mereka telah mengerahkan tenaga mereka fi sabilillah.[21]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

1.      Jihad menurut Hamka adalah merupakan kata umum, yang secara harfiah di antaranya diartikan sebagai peperangan. Kemudian beliau menjabarkan tentang jihad adalah kesungguhan dan kegiatan yang didorong oleh hati dengan rasa tulus dan ikhlas serta sabar, melakukan amar ma’ruf, nahi munkar, berdakwah, mendidik, dan mengasuh umat kepada kesadaran beragama.

2.      Adapun yang dimaksud dengan jihad menurut Hamka dalam Tafsir Al-Azhar tidak hanya mengorbankan bentuk materil saja namun juga mengikut sertakan jiwa raga seperti halnya yang telah dikutip oleh Hamka dalam QS. At-Taubah ayat 41. Yang artinya “Dan berjihadlah dengan harta benda kamu dan jiwa kamu pada jalan Allah.”

3.      Jihad fisik menurut Hamka adalah perang jika diperintahkan oleh pemegang otoritas (pemimpin) di suatu negeri. Sedangkan Jihad nonfisik adalah segala amal kebajikan yang positif bagi agama.

B.       Saran

1.      Dalam memandang makna jihad harus lebih kontekstual, dimana ukuran jihad itu lebih fleksibel, bisa menyesuaikan dengan kondisi yang melengkapi.

2.      Kepada para pemikir dan ilmuwan, khususnya para ahli dan peneliti ilmu tafsir, hendaklah tetap mempunyai semangat yang besar dalam menjalankan tugasnya karena masyarakat sangat membutuhkan buah pikiran kita semua, diharapkan dengan itu semua masyarakat tidak lagi mempunyai kebimbangan dalam memahami maksud dan tujuan al-Qur’an. Dengan buah pikiran yang dapat dipahami oleh masyarakat dengan mudah diharapkan tentang isi dan kandungan al-Qur’an sebagai pedoman dalam rangka menghadapi hidup di dunia.

 

 


DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Maram Dan Penjelasannya, Ummul Qura:Jakarta, Tahun 2016.

Kamaruddin, Jihad Dalam Perspektif Hadis, Jurnal Hunafa, Vol. 5 No. 1, Palu, tahun 2018.

Sudarmono, Konsep Jihad Dalam Al-Qur’an Perspektif Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar, Jakarta, tahun 2022.

Rif’at Husnul Ma’afi, Konsep Jihad dalam Perspektif Islam, Kalimah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 11, No. 1. Tahun 2018.

Zakiyuddi Baidhawy, The Concept of Jihad and Mujahid of Peace, tahun 2012.

 

 

 

 

 

 

 



[1]Sudarmono, Konsep Jihad Dalam Al-Qur’an Perspektif Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar, Jakarta, tahun 2022, hal. 37

[2]Ibid,. hal. 38

[3]Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Maram Dan Penjelasannya, Ummul Qura:Jakarta, Tahun 2016, hal. 973

[4]Zakiyuddi Baidhawy, The Concept of Jihad and Mujahid of Peace, tahun 2012, hal. 80

[5]Kamaruddin, Jihad Dalam Perspektif Hadis, Jurnal Hunafa, Vol. 5 No. 1, Palu, tahun 2018, hal. 7.

[6]Rif’at Husnul Ma’afi, Konsep Jihad dalam Perspektif Islam, Kalimah: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 11, No. 1, hal. 138.

[7]Ibid,. hal. 139

[8]Ibid,. hal. 140

[9]Sudarmono, Konsep Jihad Dalam Al-Qur’an Perspektif...hal. 59

[10]Ibid,. hal. 60

[11]Sudarmono, Konsep Jihad Dalam Al-Qur’an Perspektif...hal. 63

[12]Ibid,. hal. 65

[13]Sudarmono, Konsep Jihad Dalam Al-Qur’an Perspektif...hal. 66

[14]Ibid.

[15]Ibid., 67

[16]Sudarmono, Konsep Jihad Dalam Al-Qur’an Perspektif...hal. 68

[17]Ibid.

[18]Sudarmono, Konsep Jihad Dalam Al-Qur’an Perspektif...hal. 77

[19]Sudarmono, Konsep Jihad Dalam Al-Qur’an Perspektif...hal. 77

[20]Ibid., hal 80

[21]Sudarmono, Konsep Jihad Dalam Al-Qur’an Perspektif...hal. 84


logoblog

Thanks for reading JIHAD DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF HAMKA DALAM TAFSIR AL-AZHAR

Previous
« Prev Post

No comments:

Post a Comment